ASKEP TUBERKULOSIS PARU/TB PARU
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU/TB PARU
TINJAUAN PUSTAKA
A.
DEFINISI
TB Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman menyerang paru, tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lain (Dep Kes, 2003).
Proses penularan melalui udara atau langsung
seperti saat batuk. Penyakit ini dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu:
1. Tuberkulosis paru primer yang sering terjadi pada anak. Proses ini dapat
dimulai dari proses yang disebut droplet nuklei yaitu suatu proses terinfeksinya
partikel yang mengandung lebih kuman tuberkulosis yang hidup dan terhirup serta
diendapkan pada permukaan alveoli. Kemudian terjadi eksudasi dan dilatasi pada
kapiler, keluar fibrin, magrofag ke dalam ruang alveolar.
2. Tuberkulosis pasca primer, terjadi pada klien yang sebelumnya terinfeksi
oleh kuman mikobakterium tuberkulosa (A.Aziz Alimul Hidayat, 2006).
B.
ETIOLOGI
Faktor-faktor penyebab Mycobacterium Tuberculosis.
1.
Herediter: resistensi seseorang terhadap infeksi kemungkian diturunkan
secara genetik.
2.
Jenis kelamin: pada akhir masa kanak-kanak dan remaja, angka kematian dan
kesakitan lebih banyak terjadi pada anak perempuan.
3.
Usia: pada masa bayi kemungkinan terinfeksi sangat tinggi.
4.
Pada masa puber dan remaja dimana masa pertumbuhan yang cepat, kemungkinan
infeksi cukup tinggi karena diit yang tidak adekuat.
5.
Keadaan stress: situasi yang penuh stress , kurang nutrisi, stress
emosional, kelelahan yang kronik.
C.
PATOFISIOLOGI
Individu rentan yang menghirup basil tuberkulosis dan menjadi terinfeksi.
Bakteri dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli, tempat dimana mereka
berkumpul dan mulai untuk memperbanyak diri. Basil juga dipindahkan melalui
limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks
cerebri), dan area paru-paru lainnya (lobus atas)
Sistem imun tubuh berespon dengan memberikan inflamasi. Fagosit (neutrofil
dan makrofag) menelan banyak bakteri; limfosit spesifik tuberkulosis melisis
(menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan
penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan bronkopnemonia. Infeksi awal
biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan.
Massa jaringan baru yang disebut granulomas
yang nerupakan gumpalan basil yang masih hidup dan sudah mati, dikelilingi
oleh makrofag yang membentuk dinding protektif. Granulomas diubah menjadi massa
jaringan fibrosa. Bagian central dari massa fibrosa ini disebut tuberkel ghon.
Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik membentuk massa seperti keju.
Massa ini dapat mengalami klasifikasi membentuk skar kolagenosa. Bakteri
menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif.
Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif
karena gangguan atau respons yang inadekuat dari respons sistem imun. Penyakit
aktif dapat juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktifasi bakteri dorman.
Dalam kasus ini tuberkel ghon memecah, melepaskan bahan seperti kejuke dalam
bronki. Bakteri kemudian menjadi tersebar diudara, mengakibatkan penyebaran
penyakit lebih jauh. Tuberkel yang memecah menyembuh, membentuk jaringan parut.
Paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak, mengakibatkan terjadinya
bronkopnemonia lebih lanjut, pembentukan tuberkel dan selanjutnya.
Kecuali proses tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat
mengarah ke bawah ke hilum paru – paru kemudian meluas ke lobus yang
berdekatan. Proses mungkin berkepanjangan dan ditandai dengan remisi lama
ketika penyakit dihentikan. Hanya supaya diikiuti dengan priode aktivitas yang
diperbaharui. Hanya sekitar 10% individu yang awalnya terinfeksi mengalami
penyakit aktif.
D. MANIFESTASI KLINIS
1.
demam tingkat
2.
keletihan
3.
anoreksia
4.
penurunan berat badan
5.
berkeringat
malam
6.
nyeri dada dan
7.
batuk menetap, batuk pada awalnya
mungkin nonproduktif tetapi dapat berkembang ke arah pembentukan sputum
mukopurulen dengan hemoptisis.
8.
Dahak bercampur darah
E.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1)
Kultur sputum : + Mycobacterium Tuberculosis
2)
Foto thorak
3)
Histologi atau kultur jaringan (termasuk
pembersihan gaster, urine dan cairan serebrospinal, biopsi kulit): positif
untuk mycobakterium tuberkulosis
4)
Biopsi jarum pada jaringan paru:
positif untuk granuloma TB; adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis
F. PEMERIKSAAN KLINIS
Konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam
(subfebris), badan kurus atau berat badan menurun.
G. PENATALAKSAAN
a)
Farmakoterapi : Pemberian obat (agens antituberkulosis) selama
periode 6 sampai 12 bulan. 5 medikasi garis depan digunakan : isoniasid (INH),
rifampin (RIF) stretomisin (SM), etambutol (EMB), dan pirasinamid (PZA).
Kapreomisin, kanamisin, eteonamid, natrium-para-aminosalisilat, amikasin, dan
siklisin merupakan obat-obat baris kedua.
b)
Tambahan oksigen
c)
Fisioterapi dada
H.
KOMPLIKASI
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada
penderita tuberculosis yaitu :
Ø Hemoptisis
berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian
karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas.
Ø Atelektasis
(paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat retraksi
bronchial.
Ø Bronkiektasis
(pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada
proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
Ø Penyebaran
infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN
Riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik yang lengkap dilakukan. Manifestasi
klinik seperti demam, anoreksia, penurunan berat badan, berkeringat malam,
keletihan, batuk, dan pembentukan sputum mengharuskan pengkajian fungsi
pernapasan yang Lebih
menyeluruh. Setiap perubahan suhu tubuh atau frekuensi pernapasan, jumlah dan
warna sekresi, frekuensi dan batuk parah, dan nyeri dada dikaji.
Paru-paru dikaji terhadap konsolidasi dengan mengevaluasi bunyi nafas
(menghilang, bunyi bronkial, atau bronkovesikuler, krekles), fremitus, egofoni
dan hasil pemeriksaan perkusi (pekek). Pasien dapat juga mengalami perbesaran
nodus limfe yang terasa sangat nyeri. Kesiapan emosional pasien untuk belajar,
juga persepsi dan pengertiannya tentang tuberkulosis dan pengobatannya juga
dikaji. Hasil evaluasi fisik dan laboratorium juga ditelaah.
Data dasar pengkajian pasien:
Aktivitas/Istirahat:
Gejala :Kelemahan
umum dan kelelahan, Nafas pendek
karena kerja, Kesulitan tidur pada malam atau demam pada malam hari,
menggigil atau berkeringat, Mimpi buruk
Tanda :
takikardia, takipnea, / dispnea pada kerja, kelelahan otot, nyeri dan sesak
(tahap lanjut)
Integritas
Ego:
Gejala :
Adanya faktor stress lama, Masalah keuangan, rumah, Perasaan tak berdaya tak
ada harapan, Populasi budaya etnik
Tanda :
Menyangkal khususnya selama tahap dini, Ansietas, ketakutan, mudah terangsang.
Makanan/Cairan:
Gejala :
tidak ada nafsu makan, Tidak dapat mencerna, Penurunan berat badan.
Tanda :
Turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik, Kehilangan otot, hilang lemak
subkutan
Nyeri/kenyamanan:
Gejala :
nyeri dada meningkat karena batuk berulang,
Tanda :
berhati – hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah
Pernafasan:
Gejala :
batuk produktif atau tidak produktif, nafas pendek, Riwayat tuberkulosis
terpajang pada individu terinfeksi.
Tanda : peningkatan frekuensi pernapasan
(penyakit luas atau fibrosis parenkim paru), Pengembangan pernafasan tak
simetri (efusi pleura). Perkusi pekak dan perkusi
pekak dan penurunan premitus. Bunyi nafas menurun tak ada secara bilateral dan
unilateral (efusi pleura dan pnemutorak). Bunyi nafas tubuler dan atau bisikan
pektoral diatas lesi luas. Krekles tercatat di atas apek paru selama inspirasi
cepat setelah batuk pendek. Karakteristik sputum: Hijau purulen, mukoid kuning,
atau bercak darah. Deviasi trakeal, tak perhatian, Mudah terangsang yang nyata,
perubahan mental
Keamanan:
Gejala :
Adanya kondisi penekanan imun.
Tanda :
Demam rendah atau sakit panas akut
Interaksi
Sosial
Gejala :
Perasaan isolasi, penolakan karena penyakit menular. Perubahan pola biasa dalam
tanggung jawab. Perubahan kafasitas fisik untuk melaksanakan peran.
B. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1. Tidak efektif jalan
nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret dan sekresi kental
ditandai dengan batuk dengan mengeluarkan sputum.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan anoreksia ditandai dengan BB menurun.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi
berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh kelemahan/ malnutrisi
4. Kurang
pengetahuan tentang regimen pengobatan dan tindakan kesehatan preventif
C. INTERVENSI
Diagnosa 1 : Tidak efektif jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi
sekret dan sekresi kental ditandai dengan batuk dengan mengeluarkan sputum.
Ø
Tujuan :
·
Mempertahankan jalan napas pasien
·
Mengeluarkan sekret tanpa bantuan
Ø Intervensi
1.
Kaji fungsi pernapasan (bunyi napas,
kecepatan, irama dan kedalaman)
2.
Berikan pasien posisi semi fowler.
Bantu pasien untuk batuk dan latihan napas dalam
3.
Bersihkan sekret dari mulut dan
trakea
4.
pertahankan masukan cairan
sedikitnya 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi
5.
berikan obat-obat sesuai indikasi
Ø rasional
1.
Penurunan bunyi napas dapat
menunjukkan atelektasis, ronki mengi menunjukkan akumulasi sekret yang dapat
menimbulkan peningkatan kerja penapasan.
2.
Posisi membantu memaksimalkan
ekspansi paru dan menurunkan upaya pernapasan. Ventilasi maksimal membuka area
atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret kedalam jalan napas besar untuk
dikeluarkan.
3.
Mencegah obstruksi atau aspirasi
4.
pemasukan tinggi cairan membantu
untuk mengencerkan sekret.
5.
pemberian obat dapat mempercepat
proses penyembuhan
Diagnosa 2 : Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia ditandai
dengan BB menurun.
Ø
Tujuan : menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratorium
normal dan bebas tanda malnutrisi
Ø
Intervensi :
1.
catat status gizi pasien, turgor
kulit, berat badan, intergritas mukosa oral, kemapuan menelan, adanya tunos
usus, riawayat diare.
2.
dorong makan sedikit dan sering
dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat
Ø
Rasional :
1.
berguna dalam mengidentifikasi
derajat luasnya masalah dan pilihan intervensi yang tepat.
2.
memaksimalkan masukan nutrisi tanpa
kelemahan yang tak perlu energi dari makan makanan banyak menurunkan iritasi
gaster
Diagnosa 3 : Resiko tinggi terhadap
infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh kelemahan/
malnutrisi
Ø
Tujuan :
·
mengidentifikasi intervensi untuk
mencegah/ menurunkan resiko penyebaran
infeksi
·
Menunjukkan teknik melakukan
perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman
Ø
Intervensi :
1.
Kaji patologi penyakit dan potensial
penyebaran infeksi melalui droplet udara selama batuk, bersin, meludah, bicara,
tertawa.
2.
Identifikasi orang lain yang
beresiko
3.
anjurkan pasien untuk batuk dan
mengeluarkan pada tisu dan membuang pada tempat yang semestinya.
Ø
Rasional :
1.
Membantu pasien menyadari perlunya
mematuhi program pengobatan untuk mencegah pengatipan berulang, dan memahami
proses penularan penyakit.
2.
Orang yang terpajang perlu program
terapi obat untuk mencegah terjadinya penularan infeksi
3.
Perilaku yang diperlukan untuk
mencegah penyebaran infeksi
Diagnosa 4 : Kurang
pengetahuan tentang regimen pengobatan dan tindakan kesehatan preventif
Ø
Tujuan : untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit dan regimen
pengobatan.
Ø
Intervensi :
1.
penyuluhan pasien dan pertimbangan
perawatan dirumah.
2.
kaji pasien terhadap reaksi obat
yang merugikan dan ikut serta dalam mensurvei rumah dan lingkungan kerja pasien
Ø
Rasional :
1.
perawat mempunyai peran yang sangat
penting dalam merawat pasien dengan TB dan keluarganya
2.
untuk mengidentifikasi individu lain
yang mungkin telah kontak dengan pasien selama tahap infeksius
D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
No
DX
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
1
|
*Mengkaji
fungsi pernapasan (bunyi napas, kecepatan, irama dan kedalaman)
*Memberikan
pasien posisi semi fowler. Bantu pasien untuk batuk dan latihan napas dalam
*Membersihkan
sekret dari mulut dan trakea
*Mempertahankan
masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi
*Memberikan
obat-obat sesuai indikasi
|
Mengeluarkan sekret tanpa bantuan dan menunjukkan perilaku untuk
mempertahankan bersihan jalan nafas
|
2
|
*Mencatat
status gizi pasien, turgor kulit, berat badan, intergritas mukosa oral,
kemapuan menelan, adanya tunos usus, riawayat diare.
*Mendorong
makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat
|
Berat badan meningkat mencapain tujuan normal
|
3
|
*Mengkaji
patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara
selama batuk, bersin, meludah, bicara, tertawa
* Mengidentifikasi
orang lain yang beresiko
* Menganjurkan
pasien untuk batuk dan mengeluarkan pada tisu dan membuang pada tempat yang
semestinya
|
Pasien melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan
yang aman
|
4
|
*
penyuluhan pasien dan pertimbangan perawatan dirumah.
*kaji
pasien terhadap reaksi obat yang merugikan dan ikut serta dalam mensurvei
rumah dan lingkungan kerja pasien
|
Melakukan langkah-langkah untuk meminimalkan efek samping
|
DAFTAR
PUSTAKA
-
Doengoes Marilynn E ,Rencana Asuhan Keperawatan ,EGC, Jakarta , 2000.
-
Price,Sylvia Anderson , Patofisologi : Konsep Klinis Proses – Proses
penyakit , alih bahasa Peter Anugrah, edisi 4 , Jakarta , EGC, 1999.
0 Response to "ASKEP TUBERKULOSIS PARU/TB PARU"
Post a Comment