ASKEP FRAKTUR
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FRAKTUR
TINJAUAN TEORI
I.
PENGERTIAN
Fraktur
adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan
oleh kekerasan. (E. Oerswari, 1989 : 144).Fraktur atau patah tulang adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000 : 347).Fraktur tertutup adalah bila
tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar. Fraktur terbuka adalah
fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi
infeksi (Sjamsuhidajat, 1999 : 1138).
Fraktur
femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat
trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya
lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat
menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan pendertia jatuh dalam
syok (FKUI, 1995:543) Fraktur olecranon adalah fraktur yang terjadi pada siku yang
disebabkan oleh kekerasan langsung, biasanya kominuta dan disertai oleh fraktur
lain atau dislokasi anterior dari sendi tersebut (FKUI,1995:553).
II.
ETIOLOGI
Menurut
Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
a.
Cedera traumatic Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan
oleh :
1.
Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang
sehingga tulang pata secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur
melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
2.
Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur
klavikula.
3.
Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot
yang kuat.
b.
Fraktur Patologik Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses
penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga
terjadi pada berbagai keadaan berikut :
1.
Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang
tidak terkendali dan progresif.
2.
Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat
infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat
dan sakit nyeri.
3.
Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan
oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi
Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
c.
Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus
menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.
III.
KLASIFIKASI FRAKTUR FEMUR
a.
Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar.
b.
Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara
fragemen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukan di kulit, fraktur
terbuka dibagi menjadi tiga derajat, yaitu :
1.
Derajat I
-
luka kurang dari 1 cm
-
kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk.
-
fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan.
-
Kontaminasi ringan.
2.
Derajat II
-
Laserasi lebih dari 1 cm
-
Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse
-
Fraktur komuniti sedang.
3.
Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan
lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan neurovaskuler serta
kontaminasi derajat tinggi.
c.
Fraktur complete
-
Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami
pergerseran (bergeser dari posisi normal).
d.
Fraktur incomplete
-
Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
e.
Jenis khusus fraktur
1.
Bentuk garis patah
a.
Garis patah melintang
b.
Garis pata obliq
c.
Garis patah spiral
d.
Fraktur kompresi
e.
Fraktur avulsi
2.
Jumlah garis patah
a.
Fraktur komunitif garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b.
Fraktur segmental garis patah lebih dari satu tetapi saling
berhubungan
c.
Fraktur multiple garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang
yang berlainan.
3.
Bergeser-tidak bergeser
Fraktur tidak bergeser
garis patali kompli tetapi kedua fragmen tidak bergeser.ü Fraktur bergeser, terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur
yang juga disebut di lokasi fragmen (Smeltzer, 2001:2357).ü
IV. PATOFISIOLOGI
Proses penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase yaitu :
1.
Fase hematum
• Dalam waktu 24 jam
timbul perdarahan, edema, hematume disekitar fraktur
• Setelah 24 jam
suplai darah di sekitar fraktur meningkat
2.
Fase granulasi jaringan
• Terjadi 1 – 5 hari
setelah injury
• Pada tahap
phagositosis aktif produk neorosis
• Itematome berubah
menjadi granulasi jaringan yang berisi pembuluh darah baru fogoblast dan
osteoblast.
3.
Fase formasi callus
• Terjadi 6 – 10
harisetelah injuri
• Granulasi terjadi
perubahan berbentuk callus
4.
Fase ossificasi
• Mulai pada 2 – 3
minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh
• Callus permanent
akhirnya terbentuk tulang kaku dengan endapan garam kalsium yang menyatukan
tulang yang patah
5.
Fase consolidasi dan remadelling
• Dalam waktu lebih 10
minggu yang tepat berbentuk callus terbentuk dengan oksifitas osteoblast dan
osteuctas (Black, 1993 : 19 ).
V. TANDA DAN GEJALA
1.
Deformitas
Daya terik kekuatan
otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan
dan contur terjadi seperti :
a. Rotasi pemendekan
tulang
b. Penekanan tulang
2.
Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan
ekstravaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur
3.
Echumosis dari Perdarahan Subculaneous
4.
Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
5.
Tenderness/keempukan
6.
Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
7.
Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya
saraf/perdarahan)
8.
Pergerakan abnormal
9.
Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
10.
Krepitasi (Black, 1993 : 199)
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
Foto Rontgen
Untuk mengetahui
lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung - Mengetahui tempat dan type fraktur - Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan
selama proses penyembuhan secara periodic
2.
Skor tulang tomography, skor C1, Mr1 : dapat digunakan
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3.
Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
4.
Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi )
atau menrurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multiple)
Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma
Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma
5.
Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah
transfusi multiple atau cedera hati (Doenges, 1999 : 76 ).
VII. PENATALAKSANAAN
1.
Fraktur Reduction - Manipulasi atau penurunan tertutup, manipulasi non bedah
penyusunan kembali secara manual dari fragmen-fragmen tulang terhadap posisi
otonomi sebelumnya. Penurunan terbuka merupakan perbaikan tulang - terusan penjajaran insisi pembedahan, seringkali memasukkan
internal viksasi terhadap fraktur dengan kawat, sekrup peniti plates batang
intramedulasi, dan paku. Type lokasi fraktur tergantung umur klien.
Peralatan traksi :
o Traksi kulit
biasanya untuk pengobatan jangka pendek
o Traksi otot atau
pembedahan biasanya untuk periode jangka panjang.
2.
Fraktur Immobilisasi Pembalutan (gips) - Eksternal Fiksasi - Internal Fiksasi - Pemilihan Fraksi -
3.
Fraksi terbuka Pembedahan de-bridement dan irigrasi Imunisasi tetanus- Terapi antibiotic prophylactic - Immobilisasi (Smeltzer, 2001).
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
I.
PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses
keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10). Pengkajian pasien Post
op frakture Olecranon (Doenges, 1999) meliputi :
a.
Sirkulasi
Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus).
Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus).
b.
Integritas ego
Gejala : perasaan
cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress multiple, misalnya
financial, hubungan, gaya hidup.
Tanda : tidak dapat
istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi simpatis.
c.
Makanan / cairan
Gejala : insufisiensi
pancreas/DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi (termasuk
obesitas) ; membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa
pra operasi).
d.
Pernapasan
Gejala : infeksi,
kondisi yang kronis/batuk, merokok.
e.
Keamanan
Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse.
Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse.
Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
f.
Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : pengguanaan
antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik glokosid,
antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic, antiinflamasi,
antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau
obat-obatan rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko akan kerusakan ginjal,
yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial bagi
penarikan diri pasca operasi).
II.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien
yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan
(Boedihartono, 1994 : 17).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op fraktur (Wilkinson, 2006) meliputi :
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op fraktur (Wilkinson, 2006) meliputi :
1.
Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan
fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi,
stress, ansietas
2.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan dispnea,
kelemahan/keletihan, ketidakadekuatan oksigenasi, ansietas, dan gangguan pola
tidur.
3.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan
status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh
terdapat luka / ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk,
terdapat jaringan nekrotik.
4.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak
nyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan
kekuatan/tahanan.
5.
Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons
inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan
kulit, insisi pembedahan.
6.
Kurang pengetahuan tantang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat,
salah interpretasi informasi.
III.
INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
Intervensi adalah
penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk
menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono,
1994:20) Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995:40). Intervensi
dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op frakture
Olecranon (Wilkinson, 2006) meliputi :
1.
Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak
menyenangkan dan meningkat akibat adanya kerusakan jaringan aktual atau
potensial, digambarkan dalam istilah seperti kerusakan ; awitan yang tiba-tiba
atau perlahan dari intensitas ringan samapai berat dengan akhir yang dapat di
antisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.
Tujuan : nyeri dapat
berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil :
- Nyeri berkurang atau
hilang
- Klien tampak tenang.
Intervensi dan
Implementasi :
a.
Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
R/ hubungan yang baik
membuat klien dan keluarga kooperatif
b.
Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri
R/ tingkat intensitas
nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri
c.
Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri
R/ memberikan
penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri.
d.
Observasi tanda-tanda vital.
R/ untuk mengetahui
perkembangan klien
e.
Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesic
f.
R/ merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik
berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.
2.
Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaaan seorang individu
yang tidak cukup mempunyai energi fisiologis atau psikologis untuk bertahan
atau memenuhi kebutuhan atau aktivitas sehari-hari yang diinginkan.
Tujuan : pasien
memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
Kriteria hasil :
- perilaku menampakan
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.
- pasien mengungkapkan
mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantuk
- Koordinasi otot,
tulang dan anggota gerak lainya baik.
Intervensi dan
Implementasi :
a.
Rencanakan periode istirahat yang cukup.
R/ mengurangi
aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk
aktivitas seperlunya secar optimal.
b.
Berikan latihan aktivitas secara bertahap.
R/ tahapan-tahapan
yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan menghemat
tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.
c.
Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.
R/ mengurangi
pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.
d.
Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.
R/ menjaga kemungkinan
adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan
3.
Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang
mengalami perubahan secara tidak diinginkan.
Tujuan : Mencapai
penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil :
- tidak ada
tanda-tanda infeksi seperti pus.
- luka bersih tidak
lembab dan tidak kotor.
- Tanda-tanda vital
dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan
Implementasi :
a.
Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
R/ mengetahui sejauh
mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
b.
Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan
luka
R/ mengidentifikasi
tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
c.
Pantau peningkatan suhu tubuh.
R/ suhu tubuh yang
meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.
d.
Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan
kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.
R/ tehnik aseptik
membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.
e.
Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan,
misalnya debridement.
R/ agar benda asing
atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya.
f.
Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
R/ balutan dapat
diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka,
agar tidak terjadi infeksi.
g.
Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
R / antibiotik berguna
untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi
infeksi.
4.
Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam
kemandirian, pergerakkan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas
atau lebih.
Tujuan : pasien akan
menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil :
- penampilan yang
seimbang..
- melakukan
pergerakkan dan perpindahan.
- mempertahankan
mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat
Bantu.
2 = memerlukan bantuan
dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan
pengajaran.
3 = membutuhkan
bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan;
tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi dan
Implementasi :
a.
Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan
peralatan.
R/ mengidentifikasi
masalah, memudahkan intervensi.
b.
Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
R/ mempengaruhi
penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
c.
Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
R/ menilai batasan
kemampuan aktivitas optimal.
d.
Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R/ mempertahankan
/meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
e.
Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R/ sebagai suaatu
sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan
mobilitas pasien.
5.
Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif
dan kerusakan kulit.
Tujuan : infeksi tidak
terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil :
- tidak ada
tanda-tanda infeksi seperti pus.
- luka bersih tidak
lembab dan tidak kotor.
- Tanda-tanda vital
dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan
Implementasi :
a.
Pantau tanda-tanda vital.
R/ mengidentifikasi
tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
b.
Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
R/ mengendalikan
penyebaran mikroorganisme patogen.
c.
Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus,
kateter, drainase luka, dll.
R/ untuk mengurangi
risiko infeksi nosokomial.
d.
Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah,
seperti Hb dan eukosit.
R/ penurunan Hb dan
peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses
infeksi.
e.
Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
R/ antibiotik mencegah
perkembangan mikroorganisme patogen.
6.
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat,
salah interpretasi informasi.
Tujuan : pasien
mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
Kriteria Hasil :
- melakukan prosedur
yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.
- memulai perubahan
gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan.
Intervensi dan
Implementasi:
a.
Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
R/ mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
R/ mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
b.
Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya
sekarang.
R/ dengan mengetahui
penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan
mengurangi rasa cemas.
c.
Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan
nya.
R/ diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
R/ diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
d.
Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang
telah diberikan.
R/ mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
R/ mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
IV. EVALUASI
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf
keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk
memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan post operasi fraktur
adalah :
1.
Nyeri dapat berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
2.
Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
3.
Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai
4.
Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
5.
Infeksi tidak terjadi / terkontrol
6.
Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan
proses pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
Black, Joyce M. 1993. Medical Surgical Nursing. W.B Sainders Company : Philadelpia
Boedihartono, 1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit. EGC : Jakarta.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.
Brunner dan Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta.
E. Oerswari 1989, Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia. Jakarta
Nasrul, Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC. Jakarta.
Sjamsuhidajat, R. dan Wim de Jong. 1998. Buku Ajar Imu Bedah, Edisi revisi. EGC : Jakarta
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari Brunner & Suddarth, Edisi 8. EGC : Jakarta.
0 Response to "ASKEP FRAKTUR"
Post a Comment